Wednesday, December 22, 2010

endless love


Armand kecil tidak pernah mengerti kenapa Papa selalu memaksanya untuk bermain bola bersama teman-temannya... Dia tak pernah suka, apalagi bisa bermain bola. Kondisi fisiknya pun ditakdirkan untuk terlalu ringkih, dan terlalu pucat, yang mudah lelah saat berlama-lama di bawah terik matahari.
Armand kecil juga tidak pernah mengerti mengapa dia lebih suka mendandani pakaian boneka, tinimbang berkejaran menangkap belut dan ikan bersama teman-teman SD-nya di empang kampung sebelah.
Otak kecilnya pun dipaksa untuk berfikir kenapa teman-temannya mengolok-oloknya dengan kata-kata ‘banci’, atau ‘bencong’.... Karena dalam pikirannya dia tak merasa memakai baju wanita layaknya pria banci yang kerap dia liat di acara komedi tv.
Sekolah menjadi mimpi buruk buat Armand.... Bullying, ejekan, dan cemoohan, jadi santapan harian untuk Armand kecil, mengamini premis bahwa sekolah adalah sarana cermin kejahatan dan trauma psikologis tertua di dunia....
Rasa tidak aman pun muncul, terlebih saat ‘canda’ fisik pun dihibahkan kepada tubuh Armand yang kurus melambai....
Satu hal yang membuat dia bertahan dari semua itu hanya karena keberadaan adiknya.
Bobby, tanpa kenal lelah selalu pasang badan menghadapi anak-anak yang mengolok kakaknya. Tak jarang Bobby pulang dengan mata lebam dan memar ditubuhnya akibat dikeroyok...
Armand hanya bisa menangis..., terlebih saat Papa juga ikut menghadiahkan hukuman kepada Bobby karena berkelahi. Airmata Armand meleleh saat meng-kompres lebam Bobby.... Armand menangis, menyesali dirinya yang tidak bisa membela diri di hadapan teman-temannya dan tidak bisa membela Bobby di hadapan Papa....
Sampai masa akhir SMA, Bobby masih pasang badan melindungi Armand. Puncaknya saat Papa seakan ingin membunuh Armand, karena tahu kondisi Armand yang gay. Papa yang tumbuh dalam didikan militer konvensional tidak bisa menerima hal ini. Bobby akhirnya melarikan Armand yang tergolek tak berdaya, ke rumah kerabat jauh mereka.
Nek Rosma menangis melihat keadaan Armand... Wanita tua yang hidup sendiri di rumah sangat sederhana. Walaupun beliau hidup dari hanya menerima upah jahitan, hatinya terbuka lapang menerima Armand untuk tinggal disana.
Setiap hari Bobby menjenguk keadaan Armand..., membelikan makan..., menyuapi kakaknya sampai Armand kuat..., dan memberikan semangat agar Armand tetap bersekolah.... Keheningan kadang menyergap saat Bobby menyuapi Armand..., pun saat Bobby hanya diam mengusap airmata di pipi Armand yang meleleh karena melihat betapa sayangnya Bobby kepadanya....
Hanya Bobby yang berada di sisi temani Armand saat kelulusan SMA. Bobby juga ikut menyisihkan tabungannya memaksa kakaknya untuk mendaftar di sekolah mode, kendati Armand bersikeras untuk berhenti sekolah, dan bekerja penuh membantu Nek Rosma menerima jahitan. Satu setengah tahun akhirnya Armand belajar di sekolah mode, sampai akhirnya karena prestasi yang diraih, Armand menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Paris.
Berat rasanya meninggalkan Bobby, his guardian angel..., namun Armand harus bisa mandiri demi menjalani masa depannya....
Saat melepas kepergian Armand di Bandara, saat itulah pertama kalinya Armand melihat Bobby, sang adik, menangis.... Bobby berusaha menegarkan hati, saat melambaikan tangan mengucap salam perpisahan sambil berurai airmata.
Sebenarnya itu bukan pertama kali Bobby menangis di depan kakaknya.... Saat itu Bobby kecil, masih kelas 2 SD, dan Armand kelas 3 SD, berjalan berdua menyusuri pinggiran kali. Entah kenapa pagi itu Bobby memaksa untuk memilih jalan kampung menuju ke sekolah. Lebih cepat sampai, katanya. Tiba-tiba angin menerbangkan topi sekolah Bobby ke kali dan menghanyutkannya.... Berdua mereka berlari mengejar topi tersebut, namun tak bisa.... Armand merasa kasihan melihat Bobby kecil terlihat cemas dan takut menghadapi hukuman yang akan diterima dari Pak guru.
“Nih, kamu pake aja topi kakak” Armand menyerahkan topinya kepada Bobby.
“Tapi ntar kakak gimana…?”
“Udah…, ndak apa-apa…” Armand tersenyum menenangkan adiknya.
Dan sampai di sekolah, Armand harus menerima hukuman karena tidak berpakaian lengkap. Armand harus lari keliling lapangan upacara dan hormat bendera selama setengah jam di bawah terik matahari pagi, sembari ditertawai oleh teman-teman sekelasnya. Sementara dari balik kaca kelasnya, Bobby kecil melelehkan airmata melihat kakaknya menerima hukuman tersebut. Bobby tau, Armand kecil sangat ringkih dan lemah untuk berdiri berlama-lama di bawah matahari. Namun dia dapat melihat betapa sayangnya Armand kepada dirinya dengan senang hati menerima hukuman tersebut... Untuk adiknya tersayang...
*Ngga heran kalau Bobby bersikap hangat saat bertemu Alil, Chris, Reza, dan Yo, waktu itu

Monday, November 22, 2010

test case


‘Friends will be friends forever, though sometimes they’re pain in the ass….’ (Lenggo, 2010)

Siapa sih yang merasa tidak bersyukur mempunyai teman?

Teman yang selalu ada kalo kita butuh curhat masalah cowok jam 2 pagi…
Teman yang selalu ada kalo kita butuh ambulan ke rumah sakit dengan segala jaminan…
Teman yang langsung berkaca-kaca dan terharu saat kita minta untuk jadi bestman atau bridesmaid.

Itu list singkat dari sejuta hal yang bisa saya tulis sebagai bentuk rasa syukur memiliki Lenggo, Reza, Chris, dan Yo, - satu perempuan tulen dan tiga wanita bitchy-slutty-classy yang terperangkap dalam tubuh pria keren.

Are they kind-hearted?
... yes!
Are they fun?
... totally!
Are they pain in the ass?
.... Absolutely!
Asli, ngeselin abisssss…!
sok tau! - suka ikut campur! - over protective! - beyotch! - sirik ga jelas! – adalah characters yang muncul dari para pria cantik, saat Lenggo cerita mulai serius deket sama seseorang…

“Lo yakin dia baik…? Lo tau kan dari 10 single high quality man di Jakarta, 5 orang penjahat kelamin, dan 7 orang diantaranya: cong…” Sambil ngeliatin foto sang calon, Chris mulai ngomporin dengan mengungkapkan fakta hasil riset asal-asalan…

“Udah lo liat daftar Asset nya…?” Reza nyahut dengan tajem nya…
“lo tuh berkualitas, Go…, jangan mau hidup susah sama benalu…”

“cakep sih…, badannya juga bagus” Yo, mulai merasa tersaingi….
“tau dari mana lo kalo dia ngga tertarik sama kita-kita…?”


Kerlingan nakal Yo bikin Lenggo langsung mendelik…

”guys, udah deh…, please stop! I’m sure that he’s the one…”
Sebenarnya Lenggo udah cukup muak (dan sedikit takut) dengan test case yang pasti bakal dilakukan temen-temennya…

Masih terekam di ingatan Lenggo saat Chris sengaja ngajak Albert - cowo ganteng ambon manise, calon pacar Lenggo- untuk di test ke apartemennya. Chris menerapkan jurus nenek moyang: menarik hati pria melalui perut.
Chris mempersiapkan masakan yang bener-bener menggelitik indra perasa. Mulai dari salad sea food mayo specialnya, dilanjutkan dengan salmon steak dressing caviar nya yang bener-bener yummy, trus ditutup dengan chocolate mousse yang bikin netes air liur.
Dengan white wine di tangan, Albert duduk kekenyangan di sofa… nyaman sekali menikmati aroma therapy dan suasana temaram lilin yang sengaja di design Chris untuk test malam itu…
Ngobrol ngalor ngidul…, dan, voila…, Albert tak kuasa menolak saat Chris melakukan pijatan di bahu Albert yang tegang…
...dan kalian tahu lah apa yang terjadi berikutnya….

Di kali lain, Reza malah lebih ekstrim lagi saat nge-test Ricky, calon pacar Lenggo yang lain…
Reza minta tolong Ricky untuk nganterin ke Bandara, dengan alasan Reza dan teman kantornya harus meeting dengan klien di Bali.
Sampe cengkareng, tiba-tiba Reza bilang bahwa colleague nya tidak jadi ikut ke Bali. Reza memohon Ricky untuk ikut ke Bali dengan alasan bantu-bantu Reza kerja di sana, dan sayang juga ada tiket nganggur di tangan.
Ricky, cowok asli cina klaten yang bener-bener baik dan polos, hanya mengangguk pasrah tanpa memikirkan minimnya persiapan berangkat ke Bali.
Sampe Bali, belanja-belanji baju di Kuta Square, dinner di resto cozy dg temaram obor, Ricky hanya bisa bengong menyadari bahwa ternyata mereka satu kamar di hotel mewah. Bukan hal yang aneh tiba-tiba Reza dan Ricky sudah berada dalam satu jacuzzi…
...dan you know lah apa yang terjadi selanjutnya....

Trick Yo lain lagi… Cukup simple namun to the point.
Saat Lenggo meninggalkan Bagas di rumahnya, Yo tiba-tiba datang, dan dengan santainya langsung pengen mandi di situ… (ketauan banget kan isengnya?).
Dengan hanya terbalut boxer, Yo cuek mondar mandir di depan Bagas yang salah tingkah sambil sesekali melirik Yo mempertontonkan otot kering dan lean body-nya. Beautiful body and face.
...and you all know the rest of the story....

Beda dengan Chris, Reza, dan Yo…, gw sendiri mungkin terlalu naïf.
I don’t really care whether he’s straight or gay. Lagian gw selalu beranggapan bahwa di dalam diri setiap pria, selalu ada sekian persen sisi feminim. Tinggal bagaimana sisi itu akan terungkap.
Moreover, siapa siiihhh yang akan bisa tetap lurus setelah apa yang di perbuat the three straight bender itu? Hihihi...

Namun gw hanya concern satu hal terhadap calon Lenggo. Semoga dia bukan homophobia. That’s all. Dan gw yakin Lenggo sudah cerita ke Bobby, calon terbaru, tentang kita berempat.
Gw udah berencana untuk langsung memancing reaksi Bobby dengan mencoba berakting rada lebay menunjukkan sisi ke-homo-an. Pengen tau aja apakah dia akan jengah, jijik, mencemooh atau malah menjauh…

“Itu dia datang…”
“Guys… kenalin!” Lenggo memperkenalkan Bobby dengan jumawa.

Tiba-tiba Bobby, dengan mengucap nama kita satu persatu, tanpa canggungnya menjabat tangan Reza, menepuk bahu Yo, memeluk hangat Chris, dan cipikika dengan Alil.

“what the…?” kita semua speechless.

“It’s Bobby…, and believe me, he’s straight as ever…. So, ngga usah buang-buang energy untuk test case…” Lenggo tersenyum bangga meyakinkan.

Hmm.. bukan homopho…! siapa Bobby ini sebenernya…