Armand kecil tidak pernah mengerti kenapa Papa selalu memaksanya untuk bermain bola bersama teman-temannya... Dia tak pernah suka, apalagi bisa bermain bola. Kondisi fisiknya pun ditakdirkan untuk terlalu ringkih, dan terlalu pucat, yang mudah lelah saat berlama-lama di bawah terik matahari.
Armand kecil juga tidak pernah mengerti mengapa dia lebih suka mendandani pakaian boneka, tinimbang berkejaran menangkap belut dan ikan bersama teman-teman SD-nya di empang kampung sebelah.
Otak kecilnya pun dipaksa untuk berfikir kenapa teman-temannya mengolok-oloknya dengan kata-kata ‘banci’, atau ‘bencong’.... Karena dalam pikirannya dia tak merasa memakai baju wanita layaknya pria banci yang kerap dia liat di acara komedi tv.
Sekolah menjadi mimpi buruk buat Armand.... Bullying, ejekan, dan cemoohan, jadi santapan harian untuk Armand kecil, mengamini premis bahwa sekolah adalah sarana cermin kejahatan dan trauma psikologis tertua di dunia....
Rasa tidak aman pun muncul, terlebih saat ‘canda’ fisik pun dihibahkan kepada tubuh Armand yang kurus melambai....
Satu hal yang membuat dia bertahan dari semua itu hanya karena keberadaan adiknya.
Bobby, tanpa kenal lelah selalu pasang badan menghadapi anak-anak yang mengolok kakaknya. Tak jarang Bobby pulang dengan mata lebam dan memar ditubuhnya akibat dikeroyok...
Armand hanya bisa menangis..., terlebih saat Papa juga ikut menghadiahkan hukuman kepada Bobby karena berkelahi. Airmata Armand meleleh saat meng-kompres lebam Bobby.... Armand menangis, menyesali dirinya yang tidak bisa membela diri di hadapan teman-temannya dan tidak bisa membela Bobby di hadapan Papa....
Sampai masa akhir SMA, Bobby masih pasang badan melindungi Armand. Puncaknya saat Papa seakan ingin membunuh Armand, karena tahu kondisi Armand yang gay. Papa yang tumbuh dalam didikan militer konvensional tidak bisa menerima hal ini. Bobby akhirnya melarikan Armand yang tergolek tak berdaya, ke rumah kerabat jauh mereka.
Nek Rosma menangis melihat keadaan Armand... Wanita tua yang hidup sendiri di rumah sangat sederhana. Walaupun beliau hidup dari hanya menerima upah jahitan, hatinya terbuka lapang menerima Armand untuk tinggal disana.
Setiap hari Bobby menjenguk keadaan Armand..., membelikan makan..., menyuapi kakaknya sampai Armand kuat..., dan memberikan semangat agar Armand tetap bersekolah.... Keheningan kadang menyergap saat Bobby menyuapi Armand..., pun saat Bobby hanya diam mengusap airmata di pipi Armand yang meleleh karena melihat betapa sayangnya Bobby kepadanya....
Hanya Bobby yang berada di sisi temani Armand saat kelulusan SMA. Bobby juga ikut menyisihkan tabungannya memaksa kakaknya untuk mendaftar di sekolah mode, kendati Armand bersikeras untuk berhenti sekolah, dan bekerja penuh membantu Nek Rosma menerima jahitan. Satu setengah tahun akhirnya Armand belajar di sekolah mode, sampai akhirnya karena prestasi yang diraih, Armand menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Paris.
Berat rasanya meninggalkan Bobby, his guardian angel..., namun Armand harus bisa mandiri demi menjalani masa depannya....
Saat melepas kepergian Armand di Bandara, saat itulah pertama kalinya Armand melihat Bobby, sang adik, menangis.... Bobby berusaha menegarkan hati, saat melambaikan tangan mengucap salam perpisahan sambil berurai airmata.
Sebenarnya itu bukan pertama kali Bobby menangis di depan kakaknya.... Saat itu Bobby kecil, masih kelas 2 SD, dan Armand kelas 3 SD, berjalan berdua menyusuri pinggiran kali. Entah kenapa pagi itu Bobby memaksa untuk memilih jalan kampung menuju ke sekolah. Lebih cepat sampai, katanya. Tiba-tiba angin menerbangkan topi sekolah Bobby ke kali dan menghanyutkannya.... Berdua mereka berlari mengejar topi tersebut, namun tak bisa.... Armand merasa kasihan melihat Bobby kecil terlihat cemas dan takut menghadapi hukuman yang akan diterima dari Pak guru.
“Nih, kamu pake aja topi kakak” Armand menyerahkan topinya kepada Bobby.
“Tapi ntar kakak gimana…?”
“Udah…, ndak apa-apa…” Armand tersenyum menenangkan adiknya.
Dan sampai di sekolah, Armand harus menerima hukuman karena tidak berpakaian lengkap. Armand harus lari keliling lapangan upacara dan hormat bendera selama setengah jam di bawah terik matahari pagi, sembari ditertawai oleh teman-teman sekelasnya. Sementara dari balik kaca kelasnya, Bobby kecil melelehkan airmata melihat kakaknya menerima hukuman tersebut. Bobby tau, Armand kecil sangat ringkih dan lemah untuk berdiri berlama-lama di bawah matahari. Namun dia dapat melihat betapa sayangnya Armand kepada dirinya dengan senang hati menerima hukuman tersebut... Untuk adiknya tersayang...
*Ngga heran kalau Bobby bersikap hangat saat bertemu Alil, Chris, Reza, dan Yo, waktu itu
Very well, but it doesn't prove anything that he's straight as ever.
ReplyDeleteJust my little thought...
baca ini sambil dengerin Tertatih - Keris Patih
ReplyDeletekena banget feel nya...
hiks... alil...
@Natta: skrg udah ga penting tta, yg penting itu menjelaskan knp Bobby ngga homopho...
ReplyDelete@Rio: makasih ya...
I love this story, Mas Alil :') it makes me think of two things:
ReplyDelete1. I think there's should me more people like Bobby. Being 'straight and proper' doesn't prove anything, including having a 'proper' heart ... seeing how many bullies out there claiming themselves as the 'normal' one --"
2. Why the hell teachers always giving such ridiculous punishment for a small mistakes --" what happened to Armand & Bobby reminds me of what i've been through during school. :P
this is deep and sweet...
ReplyDelete:)
you should write more often lil,
this one is heart warming... :)
@steph, I love you.. having a thought like that...
ReplyDeletewish we all had our brother/friend like Bobby..
and the childhood teacher left me with a thought: kenapa dulu takut banget sama guru ya..? sampe mau-maunya dihukum karena hal ga penting gitu...
@Gogo, makasih sayang... I promise to write more often...
Tks u alil,.. Goresan tanganmu,.. menyentuh bgt...
ReplyDeleteWorld would be beautiful without bigotry. That's the point
ReplyDeleteHeuuuu. Baguuss.
ReplyDeleteTouchy bgt bro... sesuatu yang langka, kekuatan kasih sayang 2 saudara dalam menyatukan perbedaan.
ReplyDeleteaduh terharu lil....
ReplyDeleteadik idaman ya dia... dan manusia yg penuh cinta kasih ^^
this story totally touching,... yap, di jaman skg, ga seharusnya ppl judge another, the point is just how being a good gay.... ^^ hihi
ReplyDeleteLove,
Beny Ricardo Sadewo
http://www.purple-snap.com/
alil...
ReplyDeletebaca cerita ini aku membayangkan adegan film saat backflash Armand di hukum sambil keringetan gitu, trus backsoundnya tawa temen2nya, plus masuk suara biola sambil kamera nge shoot Bobby yang nangis dari balik jendela kaca, ngeliatin kakaknya...
ugh, that will be great...
kenapa ga di film in aja sih lil...?
@Sampurna: makasih ya say...
ReplyDelete@Zhou Yu: couldn't agree more, dear...
@Vio: Thank you, Vio...
@Farrel & Enno: yup... I wish I had brother like Bobby
@Benny: betul sekali Ben
@Edo: hehehhee.. monggo kalo mau bikin film nya...
manis sekali ceritanya, lil..
ReplyDelete--selamat hari ibu, armand..
--selamat hari ibu, bobby..
--selamat hari ibu, alil..
:D
aku tersentuh.... hatiku terenyuh...... ragaku penuh peluh.......... (eeehhh kok malah bikin puisi aku??)
ReplyDeleteKarena itulah sistem pendidikan di Indonesia harus diubah supaya nggak ada lagi yang namanya bullying lagi.
ReplyDeleteBtw, awalnya gue kirain ini cerita fiksi lho, sampe menggumam dalam hati, bagus ya, ternyata beneran toh *blush*, salut dah buat Bobby.
XOXO,
S!
http://sinthecities.blogspot.com
speechless
ReplyDeletesampe berkaca-kaca bacanya...
salam buat boby kak alil...
Cerita kebanyakan dengan penggambaran yang luar biasa. Keren tuisannya Lil.
ReplyDeleteBaca ini sambil flashback kejadian masa lalu. Speechless :'(
ReplyDeletenice story 'n welcome back lil :) *djigho
ReplyDelete@Okit: makasih dear.. met hari ibu juga...
ReplyDelete@GKMK: silahkan disini berlabuh...:)
@S!: tapi bullying itu juga bagian dari evolusi alam kok say...
@maiank: duh, pengen ngasih tissue dan shoulder ke maiank...
@Apis: huaaaa.. dikau sudah berkunjung kembali... makasih Apis sayaaaanggg...
@Andre: we all have had it, beib...
@djigho: makasih yaaa...
cerita yang menyentuh hati...
ReplyDeleteterkadang kira ga sadar kalo adik kita sayang banget sama kita...
wish i have a brother like bobby^_^
ReplyDeletehiks..aku nangis baca ini
ReplyDeleteWhew, this story is very touching.
ReplyDeleteHappy New Year, Alil!
I like this one ^^
ReplyDeletehi i'm a new reader..
ReplyDeletejust curious, how about Armand now ? still in Paris?
Ceritanya membuat saya tertegun....sungguh inikahyang dinamakan saudara?
ReplyDeletejd mnebak2 siapa sih yg diceritain daddy ini..
ReplyDelete=)
touchy lil.
ReplyDeletebener-bener indah.
andai saja keluargaku bisa nerima keadaanku juga ya, pasti semua jadi lebih indah.
I need your update, Mas Alil. ASAP.
ReplyDeleteXOXO,
S!
http://sinthecities.blogspot.com/
*kok tiba2 air mata gue meleleh yak pas baca???*
ReplyDelete:'(
Silent reader berbicara...
ReplyDeleteMas Alil, update dong..dong...dong. Btw, minta ijin pasang link blognya Mas Alil di blog saya ya...
Thank you
Hai, apakabar sahabat.... :)
ReplyDeleteDatang untuk mengucapkan,
Selamat hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan batin.
-Ninneta-
nice post,,,,,,,,,,
ReplyDeletesalam untuk semua....
ReplyDeletebner2 kena baca ceritanya
ReplyDeleteterharu bacanya
ReplyDeletejinjja daebak ... saya suka sekali story nya . saya baca ulang .. haha thanks
ReplyDelete